Beberapa Kristen Liberal menemukan kenyamanan dalam permohonan Uskup Mariann Budde kepada Trump

Beberapa Kristen Liberal menemukan kenyamanan dalam permohonan Uskup Mariann Budde kepada Trump

Uskup Mariann Budde telah menjadi sorotan baru-baru ini setelah menyampaikan khotbah yang berpengaruh di Katedral Nasional Washington. Khotbahnya, yang memohon belas kasihan kepada Presiden Trump, telah menggugah banyak umat Kristen liberal dan memicu diskusi tentang peran gereja dalam isu-isu sosial dan politik.

Reaksi umat Kristen terhadap khotbah uskup budde

Khotbah Uskup Budde telah menghadirkan gelombang energi baru di kalangan gereja-gereja Protestan arus utama. Banyak jemaat merasa terinspirasi dan bangga melihat seorang pemimpin gereja berbicara dengan berani tentang nilai-nilai Kristen dalam konteks politik yang sensitif.

Sara Ivey, jemaat berusia 71 tahun di Gereja Episcopal of the Transfiguration di Dallas, menyatakan bahwa khotbah tersebut membuatnya “sangat bangga menjadi seorang Episkopal”. Baginya, pesan Uskup Budde mengingatkan pada Mazmur 103 yang menggambarkan Tuhan sebagai “penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia”.

Namun, tidak semua jemaat menyambut baik pesan tersebut. Beberapa orang khawatir bahwa khotbah itu telah terlalu mempolitisasi mimbar atau mengaitkan denominasi mereka dengan satu partai politik tertentu. Keragaman pendapat ini mencerminkan kompleksitas hubungan antara iman dan politik di kalangan umat Kristen Amerika.

Dampak khotbah pada gereja-gereja arus utama

Khotbah Uskup Budde telah memberikan dorongan semangat yang sangat dibutuhkan oleh banyak gereja Protestan arus utama. Dalam beberapa dekade terakhir, gereja-gereja ini telah mengalami penurunan jumlah jemaat dan pengaruh yang signifikan. Beberapa umat Kristen arus utama merasa terabaikan di era Trump, dimana bentuk Kekristenan konservatif yang lebih politis mendominasi wacana publik.

Momentum ini telah menginspirasi banyak pemimpin gereja untuk lebih vokal dalam menyuarakan prinsip-prinsip teologi mereka. Pastor Jonathan Barker dari Gereja Lutheran Grace di Kenosha, Wisconsin, merasakan kegembiraan melihat cuplikan khotbah tersebut menyebar di media sosialnya. Ia melihat ini sebagai tanda harapan bagi tradisi Kristen yang menekankan belas kasihan dan keadilan sosial.

Dampak khotbah ini terlihat dari meningkatnya minat terhadap karya-karya Uskup Budde:

  • Bukunya “How We Learn to Be Brave” menjadi bestseller di Amazon
  • Penerbit harus mencetak ulang dalam jumlah besar untuk memenuhi permintaan
  • Banyak kelompok belajar gereja berencana membaca dan mendiskusikan buku-bukunya

Beberapa Kristen Liberal menemukan kenyamanan dalam permohonan Uskup Mariann Budde kepada Trump

Tantangan dan harapan bagi gereja di era polarisasi

Momen ini juga menyoroti tantangan yang dihadapi gereja-gereja dalam menyikapi isu-isu kontroversial. Umat Kristen kulit putih arus utama di Amerika cukup beragam secara politik, berbeda dengan umat Evangelikal yang mayoritas Republik. Meskipun demikian, tradisi arus utama cenderung lebih liberal secara teologis, lebih menekankan belas kasihan daripada penghakiman atau otoritas.

Beberapa jemaat yang telah lama meninggalkan gereja mulai mempertimbangkan untuk kembali setelah mendengar khotbah Uskup Budde. Amy Tankard, 59 tahun, dari Virginia timur mengatakan, “Ini memberi saya harapan – mungkin saya akan bisa pergi ke gereja lagi.” Ia merasa frustrasi dengan keterlibatan gereja dalam politik konservatif selama ini.

Namun, masih terlalu dini untuk mengetahui apakah satu momen inspiratif ini cukup untuk membalikkan tren penurunan keanggotaan gereja arus utama. Data terkini menunjukkan:

Denominasi Persentase Populasi AS
Protestan Arus Utama 14%
Protestan Evangelikal 25%
Katolik 20%

Terlepas dari tantangan-tantangan ini, banyak pemimpin gereja arus utama melihat momen ini sebagai kesempatan untuk menegaskan kembali peran profetis mereka dalam masyarakat. Mereka berharap dapat memfokuskan energi jemaat pada “pekerjaan yang lebih luas dari Kerajaan Allah” seperti yang diungkapkan Pastor R. Casey Shobe, daripada terjebak dalam siklus reaksi terhadap setiap tindakan kontroversial pemerintah.

Agung
Scroll to Top