Kontroversi melanda San Francisco saat kelompok drag queen yang dikenal sebagai Sisters of Perpetual Indulgence mempersiapkan acara Paskah tahunan mereka. Komunitas yang menyebut diri mereka sebagai “ordo biarawati queer dan trans” ini mengundang kritik tajam dari berbagai kalangan karena pertunjukan yang dianggap mengolok-olok nilai-nilai Kristen.
Pertunjukan kontroversial bertema Paskah yang menargetkan anak-anak
Acara tahunan Sisters of Perpetual Indulgence bertajuk “No Easter without the T” dirancang untuk menghormati transgender dengan mengadakan perburuan telur Paskah untuk anak-anak. Yang menjadi pusat kontroversi adalah kontes kostum yang mendorong peserta untuk berpakaian drag sebagai “Hunky Jesus” dan “Foxy Mary” – personifikasi yang dianggap melecehkan figur suci dalam kekristenan.
Poster undangan acara tersebut menampilkan gambar “Yesus” bertato dikelilingi oleh pria-pria berdandan drag. Dari dokumentasi tahun-tahun sebelumnya, terlihat peserta mengenakan pakaian minimalis dengan sepatu hak tinggi dan gaun sambil membawa papan bertuliskan “can I get a gaymen?” dan “Haus of Jesus”.
Menurut informasi di situs resmi kelompok tersebut, pemenang kontes sebelumnya termasuk kategori-kategori seperti:
- “Barbie’s Ken Jesus”
- “Historically Accurate Jesus”
- “Transgender Maria de Guadalupe”
- “Pro-Choice Mary”
- “Black Woman as God”
Yang menambah keresahan banyak pihak adalah bagaimana acara ini secara eksplisit menargetkan kehadiran anak-anak meskipun penyelenggara sendiri mengakui bahwa “orang tua diingatkan bahwa sebagian dari pertunjukan mungkin tidak pantas untuk anak-anak kecil”.
Reaksi masyarakat terhadap acara yang dianggap blasfemi
Akun media sosial konservatif populer, Libs of TikTok, mengecam acara tersebut dengan menunjukkan kontradiksi dalam penyelenggaraannya. “Mereka secara harfiah mengatakan bahwa pertunjukan mereka tidak pantas untuk anak-anak tetapi tetap mendorong anak-anak untuk hadir,” kata Libs of TikTok.
Steve Cortes, penasihat senior Catholic Vote, mengomentari situasi ini sebagai “menjijikkan” dan menambahkan bahwa “kelas penguasa membiarkan sikap fanatik, selama itu ditargetkan terhadap umat Kristen yang setia umumnya, dan Katolik secara khusus.”
Logan Church, direktur politik CatholicVote, mengungkapkan kekecewaannya terhadap kelompok tersebut. Menurutnya, Sisters of Perpetual Indulgence telah menjadikan misi mereka untuk mengejek kekristenan dengan permusuhan terbuka, dan acara Paskah yang dianggap menghujat ini hanyalah contoh terbaru.
Aspek Kontroversi | Dampak |
---|---|
Parodi figur religius | Menyinggung keyakinan umat Kristen |
Keterlibatan anak-anak | Kekhawatiran tentang paparan konten tidak pantas |
Kebebasan berekspresi vs penghormatan agama | Perdebatan sosial dan politik yang meluas |
Batas kebebasan berekspresi dalam konteks religius
Kontroversi ini memicu diskusi yang lebih luas tentang batas-batas kebebasan berekspresi ketika bersinggungan dengan keyakinan religius. Church menegaskan bahwa perbuatan ini “bukan keberanian, bukan seni, melainkan sikap fanatik yang dibungkus kostum, dan wajar jika masyarakat Amerika merasa tersinggung.”
Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa penistaan bukanlah agama dan tidak dilindungi di bawah kebebasan beragama. Meskipun Amerika adalah negara yang membela kebebasan berbicara, itu tidak berarti umat Kristen harus diam saat iman mereka diejek. “Kami memiliki hak dan alasan untuk melawan,” tambahnya.
Di tengah polarisasi sosial yang semakin tajam, kasus Sisters of Perpetual Indulgence menjadi contoh nyata dari ketegangan antara kebebasan berekspresi dan penghormatan terhadap keyakinan religius yang terus menjadi perdebatan di masyarakat Amerika modern.