Komunitas Katolik di Chicago bergabung dalam perayaan memperingati tragedi kelaparan besar Irlandia yang terjadi 180 tahun silam. Peringatan internasional ini diselenggarakan pada tanggal 2 November, bertepatan dengan hari Arwah Suci, menandai bencana kemanusiaan yang menewaskan lebih dari satu juta jiwa dan memicu eksodus massal penduduk Irlandia ke berbagai negara termasuk Amerika Serikat.
Sejarah kelam “An Gorta Mór” yang mengguncang Irlandia
Kelaparan Besar Irlandia atau “An Gorta Mór” dalam bahasa Irlandia dimulai pada tahun 1845 ketika tanaman kentang mengalami kegagalan panen selama beberapa musim berturut-turut. Serangan jamur yang menyebabkan pembusukan menyebar ke seluruh daratan Irlandia, menghancurkan sumber pangan utama bagi dua pertiga populasi negara tersebut.
Pemerintah Inggris yang berkuasa saat itu mempertahankan kuota ekspor makanan dari Irlandia sambil mengalokasikan bantuan minimal untuk rakyat yang kelaparan. Kebijakan politik yang tidak berperikemanusiaan ini mengubah kegagalan pertanian menjadi tragedi kemanusiaan yang mengerikan. Para tuan tanah Inggris mengusir puluhan ribu keluarga penyewa Irlandia yang tidak mampu membayar sewa, dengan 50.000 keluarga saja diusir pada tahun 1846.
Krisis semakin memburuk setelah pemerintah Inggris membebankan pembiayaan bantuan kelaparan kepada para tuan tanah dan penyewa Irlandia melalui amandemen Undang-Undang Kemiskinan 1847. Para keluarga penyewa terpaksa menyerahkan tanah mereka untuk mendapatkan bantuan dan bergabung dengan rumah kerja yang penuh sesak dengan tingkat kematian yang sangat tinggi.
| Tahun | Dampak Kelaparan | Jumlah Korban |
|---|---|---|
| 1845 | Awal kegagalan panen kentang | Ribuan jiwa |
| 1847 | Puncak kematian (“Black ’47”) | Ratusan ribu jiwa |
| 1852 | Berakhirnya kelaparan besar | 1-1,5 juta total kematian |
Eksodus massal menuju Amerika Serikat
Hampir dua juta warga Irlandia meninggalkan tanah air mereka secara permanen untuk melarikan diri dari kelaparan besar. Kapal-kapal peti mati atau “coffin ships” yang hampir tidak layak laut mengangkut sebagian besar pengungsi dan migran Irlandia menyeberangi Atlantik menuju Amerika Serikat, sementara yang lain menuju Australia dan negara-negara lain.
Para imigran Irlandia yang selamat dari kelaparan terutama menetap di Boston dan New York, di mana mereka dicap sebagai “alien” oleh pers dan mengalami eksploitasi ekonomi serta diskriminasi sosial. Mob Protestan Amerika menyerang mereka, pengalaman yang juga terjadi di kota-kota besar Amerika Serikat lainnya tempat orang Irlandia bermigrasi.
Pada tahun 1850, Chicago Tribune melaporkan bahwa satu dari setiap lima penduduk Chicago adalah orang Irlandia. Menurut American Enterprise Institute pada tahun 2023, Cook County yang mencakup Chicago dan beberapa pinggiran kota Illinois memiliki konsentrasi tertinggi warga Amerika keturunan Irlandia dari semua county di Amerika Serikat, dengan lebih dari 430.000 penduduk. Saat ini, lebih dari 40 juta warga Amerika atau 15% dari populasi Amerika Serikat mengklaim keturunan Irlandia.
Peringatan di Chicago Gaelic Park
Peringatan resmi diselenggarakan di Chicago Gaelic Park, sebuah pusat budaya Irlandia di Village of Midlothian di perbatasan barat daya kota. Menteri Kebudayaan, Komunikasi, dan Olahraga Irlandia Patrick O’Donovan, yang juga memimpin komite peringatan nasional, meletakkan karangan bunga di memorial kelaparan berupa patung perunggu keluarga kurus yang terlihat lelah.
Patung tersebut dibuat puluhan tahun lalu oleh Pastor Anthony Brankin, seorang imam Chicago pensiunan keturunan Italia dan Irlandia, yang merayakan Misa Hari Arwah Suci di aula perjamuan taman tersebut. O’Donovan menyampaikan kepada ratusan orang yang berkumpul tentang besarnya bencana yang mengurangi populasi pra-kelaparan Irlandia dari 8 juta menjadi lebih dari 3 juta orang dalam satu dekade.
Kardinal Chicago Blase J. Cupich dalam pernyataannya mendorong umat beriman untuk bergabung dalam doa dan kenangan memperingati tragedi tersebut. Ia menekankan bahwa pelajaran dari sejarah kelaparan Irlandia harus diperhatikan oleh umat Amerika dan Katolik, terutama dalam menghadapi situasi imigrasi saat ini.
Refleksi terhadap kondisi imigran masa kini
Para pemimpin Katolik mengingatkan tentang perlakuan tidak manusiawi terhadap para imigran, baik yang dialami orang Irlandia dulu maupun para imigran saat ini. Mobilisasi bantuan Katolik dalam berbagai krisis kemanusiaan menunjukkan komitmen gereja terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Suster Fransiskan Therese Ann Quigney dan Maryann Dosen yang menghadiri upacara peletakan karangan bunga menyatakan keprihatinan mereka terhadap situasi terkini. Mereka melihat paralel antara perlakuan terhadap imigran Irlandia dulu dengan kondisi para imigran saat ini di pusat-pusat detensi Amerika Serikat.
Menurut laporan gabungan Katolik-Evangelis yang diterbitkan oleh World Relief pada tahun 2025, 80% dari mereka yang berisiko terkena upaya deportasi massal adalah Kristen, dengan proporsi terbesar 61% adalah Katolik. Laporan tersebut menemukan bahwa satu dari enam umat Katolik (18%) rentan terhadap deportasi atau tinggal dengan seseorang yang rentan.
Berikut adalah dampak utama dari kebijakan imigrasi saat ini :
- Penangkapan massal terhadap imigran tanpa izin legal
- Pemisahan keluarga dan trauma psikologis
- Keterbatasan akses terhadap sakramen bagi tahanan Katolik
- Budaya ketakutan di komunitas imigran
- Pembatasan kegiatan keagamaan dan sosial
Bill O’Sullivan, presiden Chicago Gaelic Park, menyatakan secara pribadi bahwa seperti kebanyakan penduduk Chicago dan Amerika, mereka tidak jauh dari orang tua, kakek-nenek, atau buyut yang merupakan imigran. Ia menambahkan bahwa sangat menyedihkan ketika masyarakat tidak menghargai orang lain sebagaimana seharusnya.
- Jumlah konversi Katolik di New York melonjak, warga berbondong ke gereja - 17 November 2025
- Opinion terkini : analisis mendalam berbagai perspektif dan sudut pandang aktual - 17 November 2025
- RosalÃa dan album ‘Lux’ : bintang pop yang memahami Katolisisme dengan sempurna - 15 November 2025




