Penemuan gigi dan tulang oleh arkeolog menantang asumsi tentang kekristenan

Penemuan gigi dan tulang oleh arkeolog menantang asumsi tentang kekristenan

Revolusi dalam dunia arkeologi baru-baru ini telah menghasilkan temuan yang menantang asumsi panjang tentang praktik keagamaan Kristen kuno. Penemuan gigi dan tulang di sebuah biara Bizantium telah membuka jendela baru ke masa lalu, mengungkapkan kebenaran mengejutkan tentang siapa yang sesungguhnya terlibat dalam praktik asketisme ekstrem.

Temuan arkeologis yang mengubah pandangan sejarah kekristenan

Selama berabad-abad, sejarah asketisme Kristen didominasi oleh narasi tentang para biarawan pria yang melakukan tindakan ekstrem pengorbanan diri. Praktik-praktik seperti merantai diri ke batu, menyiksa diri sendiri, dan puasa ekstrem telah menjadi gambaran umum tentang dedikasi religius pada masa Bizantium. Namun, sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Archaeological Science baru-baru ini telah memberikan bukti kuat yang menantang pandangan ini.

Para arkeolog menemukan sisa-sisa manusia dalam kondisi terikat rantai di sebuah biara dekat Kota Tua Yerusalem, yang diperkirakan berasal dari tahun 350 hingga 650 M. Yang membuat temuan ini mengejutkan adalah analisis protein pada gigi yang ditemukan, yang menunjukkan dengan tingkat keyakinan tinggi bahwa sisa-sisa tersebut milik seorang perempuan, bukan laki-laki seperti yang selama ini diasumsikan.

Analisis ini menawarkan bukti pertama yang solid bahwa perempuan dalam kekristenan awal juga terlibat dalam bentuk asketisme ekstrem, membantah anggapan umum bahwa “hanya pria yang melakukan hukuman diri pada periode Bizantium” dan bahwa “penderitaan ekstatik adalah domain eksklusif kaum pria.”

Teknik analisis inovatif untuk menguak misteri sejarah

Tantangan utama bagi tim arkeolog adalah minimnya material yang tersisa untuk dianalisis. Dengan hanya “tiga vertebra dan satu gigi” yang tersedia, dan sekitar 1.600 tahun telah berlalu sejak penguburan, ekstraksi DNA untuk identifikasi jenis kelamin tidak memungkinkan. Namun, mereka menggunakan pendekatan inovatif yang sebelumnya dikembangkan oleh Dr. Paula Kotli dan timnya untuk studi domestikasi hewan kuno.

Metodologi ini bergantung pada analisis protein dalam email gigi yang disebut amelogenin, yang berbeda antara jantan dan betina. Dr. Kotli menjelaskan bahwa “manusia memiliki dua salinan gen amelogenin: satu pada kromosom X dan satu pada Y.” Individu dengan dua kromosom X hanya akan memiliki amelogenin terkait-X, sementara adanya amelogenin terkait-Y menunjukkan bahwa gigi tersebut milik laki-laki secara biologis.

Hasil analisis gigi dari asketik yang terikat rantai ini tidak menunjukkan adanya amelogenin terkait-Y, yang sangat mengindikasikan bahwa pemilik gigi tersebut adalah seorang perempuan.

Temuan Arkeologis Lokasi Periode Signifikansi
Sisa tulang dan gigi dengan rantai Biara Bizantium, dekat Kota Tua Yerusalem 350-650 M Bukti pertama perempuan dalam praktik asketisme ekstrem

Penemuan gigi dan tulang oleh arkeolog menantang asumsi tentang kekristenan

Asketisme dalam tradisi kekristenan awal

Asketisme dalam kekristenan mencakup berbagai praktik devosional mulai dari puasa hingga meditasi. Namun, bentuk asketisme yang lebih ekstrem yang pertama kali didokumentasikan pada abad kedua telah menimbulkan daya tarik yang mengerikan bagi publik, baik di dalam maupun di luar iman Kristen.

Meskipun tindakan deprivasi ekstrem dan menyakiti diri sendiri ini dikecam oleh tokoh Gereja seperti Santo Barsanuphius dan Nabi Yohanes, bukti sejarah dan arkeologi mengungkap praktik keagamaan yang beragam yang telah diabadikan dalam berbagai karya sepanjang masa.

Beberapa bentuk praktik asketisme ekstrem yang dikenal dalam sejarah kekristenan meliputi:

  • Merantai diri secara sukarela ke batu
  • Tindakan menyiksa diri sendiri
  • Puasa ekstrem hingga tubuh hanya tersisa kulit dan tulang
  • Hidup di atas pilar selama bertahun-tahun (stylitism)

Perluasan pemahaman tentang spiritualitas kuno

Penemuan ini membuka perspektif baru tentang praktik devosional kuno dan memperluas pemahaman kita tentang spektrum ibadah Kristen awal, tidak hanya dalam hal apa yang dipraktikkan, tetapi juga siapa yang diizinkan untuk mempraktikkannya. Temuan gigi dan tulang dari biara Bizantium ini menantang narasi sejarah yang dominan dan mengungkapkan bahwa perempuan juga memiliki peran yang lebih aktif dan ekstrem dalam eksplorasi spiritual mereka daripada yang sebelumnya dipahami.

Meskipun tim peneliti tetap berhati-hati dalam kesimpulan mereka, mengakui bahwa “tidak adanya spektra unik AmelY memungkinkan kami mengklasifikasikan sisa-sisa tersebut sebagai kemungkinan besar milik seorang perempuan,” mereka tampak cukup yakin dengan temuan ini. Ini membuka jalan bagi studi lebih lanjut tentang keterlibatan perempuan dalam sejarah keagamaan dan spiritualitas Kristen awal.

Rian Pratama
Scroll to Top