Peningkatan infeksi bluetongue pada ternak : Penyebab, gejala, dan strategi pengendalian terkini

Peningkatan infeksi bluetongue pada ternak : Penyebab, gejala, dan strategi pengendalian terkini

Peningkatan infeksi bluetongue pada ternak ruminansia menjadi perhatian serius bagi peternak dan otoritas kesehatan hewan di Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Orbivirus ini dapat menyerang sapi, domba, dan kambing, menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam tentang penyebab, gejala, dan strategi pengendalian terkini untuk mengatasi peningkatan kasus bluetongue pada ternak.

Penyebab dan penularan penyakit bluetongue

Bluetongue disebabkan oleh virus dari genus Orbivirus, yang termasuk dalam famili Reoviridae. Virus ini memiliki kemampuan untuk menginfeksi berbagai jenis ternak ruminansia, dengan tingkat keparahan yang bervariasi tergantung pada spesies dan strain virus yang menyerang. Penularan penyakit ini terjadi melalui gigitan serangga vektor Culicoides spp., yang dikenal juga sebagai agas atau biting midges.

Serangga Culicoides berperan sebagai vektor biologis yang membawa virus bluetongue dari hewan yang terinfeksi ke hewan yang sehat. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran penyakit ini antara lain :

  • Kondisi lingkungan yang mendukung perkembangbiakan vektor
  • Perpindahan ternak yang terinfeksi
  • Perubahan iklim yang mempengaruhi distribusi vektor
  • Kurangnya pengendalian vektor di peternakan

Menurut data dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), bluetongue telah menyebar ke lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Di Indonesia, kasus bluetongue pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di Jawa Timur. Sejak saat itu, penyakit ini telah menjadi endemik di beberapa wilayah di Indonesia, terutama di daerah dengan populasi ternak ruminansia yang tinggi.

Gejala klinis dan diagnosis bluetongue pada ternak

Gejala klinis bluetongue dapat bervariasi tergantung pada spesies ternak yang terinfeksi dan tingkat keparahan penyakit. Beberapa gejala umum yang dapat diamati antara lain :

  1. Demam tinggi
  2. Lesi pada mulut dan lidah
  3. Lidah membiru (yang menjadi asal nama penyakit ini)
  4. Kaki bengkak
  5. Gangguan pernapasan
  6. Penurunan produksi susu pada sapi perah
  7. Keguguran pada ternak bunting

Diagnosis bluetongue memerlukan kombinasi antara pengamatan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Metode diagnosis yang umum digunakan meliputi :

Metode Diagnosis Deskripsi
Isolasi virus Mengidentifikasi virus dari sampel darah atau jaringan ternak yang terinfeksi
PCR (Polymerase Chain Reaction) Mendeteksi material genetik virus bluetongue
Uji serologi Mendeteksi antibodi terhadap virus bluetongue dalam darah ternak

Penting untuk melakukan diagnosis yang tepat dan cepat untuk membedakan bluetongue dari penyakit lain yang memiliki gejala serupa, seperti foot and mouth disease atau peste des petits ruminants (PPR). Diagnosis yang akurat akan membantu dalam penentuan strategi pengendalian yang efektif.

Peningkatan infeksi bluetongue pada ternak : Penyebab, gejala, dan strategi pengendalian terkini

Strategi pengendalian dan pencegahan peningkatan infeksi bluetongue

Menghadapi peningkatan infeksi bluetongue, diperlukan strategi pengendalian yang komprehensif dan terintegrasi. Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan antara lain :

1. Vaksinasi
Vaksinasi merupakan salah satu upaya pencegahan utama dalam mengendalikan penyebaran bluetongue. Tujuan vaksinasi adalah memicu respon imun tubuh terhadap virus bluetongue, sehingga ternak lebih tahan terhadap infeksi di lapangan. Program vaksinasi yang efektif harus mempertimbangkan faktor-faktor seperti :

  • Jenis vaksin yang sesuai dengan strain virus yang beredar
  • Jadwal vaksinasi yang tepat
  • Cakupan vaksinasi yang luas
  • Pemantauan efektivitas vaksin

2. Pengendalian vektor
Mengurangi populasi serangga Culicoides spp. dapat membantu menekan penyebaran virus bluetongue. Beberapa metode pengendalian vektor yang dapat diterapkan meliputi :

  • Penggunaan insektisida
  • Manajemen lingkungan untuk mengurangi tempat berkembang biak vektor
  • Penggunaan perangkap serangga
  • Perlindungan ternak dari gigitan serangga, misalnya dengan menggunakan jaring atau repelen

3. Biosekuriti
Penerapan biosekuriti yang ketat di peternakan dapat membantu mencegah masuk dan menyebarnya bluetongue. Langkah-langkah biosekuriti meliputi :

  • Kontrol lalu lintas ternak
  • Karantina ternak baru
  • Pembersihan dan desinfeksi fasilitas peternakan
  • Pengelolaan limbah yang baik

4. Surveilans dan pemantauan
Sistem surveilans yang efektif diperlukan untuk mendeteksi dini kasus bluetongue dan memantau penyebaran penyakit. Hal ini melibatkan :

  • Pelaporan kasus secara rutin
  • Pengambilan sampel dan pengujian laboratorium
  • Pemantauan populasi vektor
  • Analisis data epidemiologi

Pada tahun 2020, Indonesia melaporkan 1.237 kasus bluetongue pada ternak ruminansia, menurut data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 15% dibandingkan tahun sebelumnya, menekankan pentingnya penerapan strategi pengendalian yang efektif.

Penyakit lain yang perlu diwaspadai pada ternak ruminansia

Selain bluetongue, terdapat beberapa penyakit lain yang juga perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan kesehatan ternak ruminansia. Penyakit-penyakit ini memiliki potensi untuk menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan dan dapat mempengaruhi produktivitas ternak. Beberapa penyakit yang perlu diwaspadai antara lain :

  1. Brucellosis : Penyakit bakteri yang dapat menyebabkan keguguran pada ternak dan bersifat zoonosis.
  2. Antraks : Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis dan dapat menyebabkan kematian mendadak pada ternak.
  3. Septicaemia epizootica (SE) : Penyakit bakteri akut yang menyerang sapi dan kerbau.
  4. Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) : Penyakit virus yang menyerang saluran pernapasan sapi.
  5. Bovine Viral Diarrhea (BVD) : Penyakit virus yang dapat menyebabkan gangguan reproduksi dan diare pada sapi.
  6. Jembrana : Penyakit virus yang menyerang sapi Bali.

Untuk mengendalikan penyakit-penyakit tersebut, diperlukan pendekatan yang komprehensif meliputi :

  • Program vaksinasi yang terencana dan berkelanjutan
  • Penerapan biosekuriti yang ketat di peternakan
  • Peningkatan kesadaran peternak tentang pentingnya kesehatan hewan
  • Sistem surveilans dan pelaporan penyakit yang efektif
  • Kolaborasi antara pemerintah, peternak, dan tenaga kesehatan hewan

Dengan memahami penyebab, gejala, dan strategi pengendalian bluetongue serta penyakit ternak lainnya, diharapkan para peternak dan pemangku kepentingan dapat mengambil langkah-langkah yang tepat untuk melindungi kesehatan ternak ruminansia. Upaya bersama dalam pengendalian penyakit akan berkontribusi pada peningkatan produktivitas dan kesejahteraan peternak di Indonesia.

Agung
Scroll to Top