Ulasan buku : ‘Jesus Wept’ karya Philip Shenon – Mengungkap kisah di balik air mata Yesus

Ulasan buku : 'Jesus Wept' karya Philip Shenon - Mengungkap kisah di balik air mata Yesus

Buku “Jesus Wept” karya Philip Shenon mengungkap perjalanan panjang Gereja Katolik Roma sejak Perang Dunia II. Shenon, seorang mantan jurnalis The New York Times, menyoroti tujuh paus terakhir dan pergulatan mereka menghadapi berbagai tantangan besar. Dengan gaya bertutur yang tajam, penulis menggambarkan upaya para pemimpin tertinggi Gereja dalam mengatasi krisis pelecehan seksual oleh klerus serta pertarungan ideologis pasca Konsili Vatikan II.

Konsili Vatikan II: titik balik gereja modern

Paus Yohanes XXIII, yang terpilih pada 1958, mengejutkan dunia dengan menggelar Konsili Vatikan II. Meski awalnya dianggap sebagai paus sementara, Yohanes XXIII justru membawa angin segar perubahan. Konsili ini menjadi tonggak penting yang menandai kelahiran gereja modern.

Beberapa perubahan signifikan hasil Konsili Vatikan II antara lain:

  • Penggantian bahasa Latin dengan bahasa lokal dalam ibadah
  • Penekanan pada ekumenisme dan dialog antaragama
  • Dukungan terhadap pemisahan gereja dan negara
  • Pengakuan bahwa keselamatan tidak terbatas hanya untuk umat Katolik

Namun, perubahan ini tidak lepas dari pertentangan. Kelompok konservatif seperti Kardinal Alfredo Ottaviani berupaya keras menghambat para reformis. Ketegangan antara kubu progresif dan tradisionalis ini terus berlanjut hingga era kepemimpinan Paus Fransiskus.

Krisis pelecehan seksual: noda hitam gereja

Shenon menggarisbawahi kegagalan para paus dalam menangani skandal pelecehan seksual oleh klerus. Paus Yohanes Paulus II, Benediktus XVI, hingga Fransiskus dinilai lamban dan tidak tegas menghadapi krisis ini. Ribuan kasus pelecehan terhadap anak-anak dan orang dewasa terungkap, mencoreng citra suci gereja.

Berikut gambaran dampak krisis pelecehan seksual:

Aspek Dampak
Kepercayaan umat Menurun drastis
Jumlah jemaat Jutaan orang meninggalkan gereja
Keuangan Kerugian miliaran dolar untuk ganti rugi
Citra gereja Tercoreng parah

Shenon mengkritik keras sikap para pemimpin gereja yang lebih mementingkan perlindungan institusi daripada korban. Ia menyebut hal ini sebagai pengkhianatan terhadap ajaran Kristus dan menjadi alasan utama mengapa “Yesus menangis” melihat kondisi gereja-Nya.

Ulasan buku : 'Jesus Wept' karya Philip Shenon - Mengungkap kisah di balik air mata Yesus

Pergulatan ideologi pasca Vatikan II

Buku ini juga mengulas pertarungan ideologis yang mewarnai Gereja Katolik pasca Konsili Vatikan II. Di satu sisi, kelompok progresif mendorong gereja agar lebih terbuka dan relevan dengan zaman. Di sisi lain, kubu tradisionalis berupaya mempertahankan ajaran dan praktik lama.

Salah satu isu kontroversial adalah teologi pembebasan. Gerakan spiritual ini menekankan “opsi preferensial bagi kaum miskin” dan mendapat dukungan luas di Amerika Latin. Namun Paus Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI berupaya keras menekan gerakan ini karena dianggap terlalu dekat dengan Marxisme.

Shenon juga menyoroti perdebatan seputar isu-isu seperti selibat imam, homoseksualitas, dan kontrasepsi. Perbedaan pandangan antara pimpinan Vatikan dan sebagian umat awam maupun klerus lokal kerap menimbulkan ketegangan. Hal ini menjadi tantangan besar bagi kepemimpinan Paus Fransiskus yang berupaya membawa gereja ke arah yang lebih inklusif.

Pandangan kritis terhadap institusi gereja

Meski mengakui adanya tokoh-tokoh inspiratif seperti Hans Küng dan Pedro Arrupe, Shenon tidak segan mengkritisi berbagai kegagalan institusi gereja. Ia menyoroti kontradiksi antara kekayaan Vatikan dengan ajaran Kristus tentang kesederhanaan. Penulis juga mempertanyakan sikap gereja yang kerap terlibat dalam politik praktis di berbagai negara.

Namun di balik kritik tajamnya, Shenon tetap mengakui pentingnya Gereja Katolik sebagai institusi berpengaruh dalam peradaban Barat. Dengan 1,3 miliar anggota di seluruh dunia, gereja masih memiliki peran signifikan dalam membentuk wajah dunia modern. Buku “Jesus Wept” mengajak pembaca merefleksikan masa depan gereja di tengah berbagai tantangan zaman.

Rian Pratama
Scroll to Top