Uskup Budde meminta Trump bermurah hati : Tradisi pemimpin Kristen berbicara kebenaran pada penguasa

Uskup Budde meminta Trump bermurah hati : Tradisi pemimpin Kristen berbicara kebenaran pada penguasa

Tradisi pemimpin agama Kristen yang berbicara kebenaran kepada penguasa telah berlangsung selama berabad-abad. Dari zaman awal Kekristenan hingga era modern, para tokoh rohani telah mengangkat suara mereka untuk menantang ketidakadilan dan membela yang tertindas. Peristiwa terbaru yang melibatkan Uskup Mariann Edgar Budde dan Presiden Donald Trump hanyalah satu contoh dari sejarah panjang ini.

Suara profetis di zaman kuno

Sejak awal, pengikut Kristus telah berani menentang otoritas politik. Yohanes Pembaptis mengkritik penguasa Galilea, Herodes Antipas, karena menikahi istri saudaranya – tindakan yang dilarang dalam kitab suci Ibrani. Keberaniannya itu berujung pada hukuman penggal kepala.

Di abad keempat, Uskup Ambrosius dari Milan menunjukkan keberanian serupa. Setelah pasukan kekaisaran membantai warga sipil di Thessaloniki, Ambrosius menegur Kaisar Theodosius dan menolak mengizinkannya beribadah di gereja sampai sang kaisar melakukan pertobatan publik. Tindakan berani Ambrosius ini menunjukkan bahwa bahkan penguasa tertinggi harus tunduk pada otoritas moral.

Contoh lain datang dari Boethius, seorang filsuf Kristen dan pejabat Roma di abad keenam. Ia dipenjara karena membela orang lain dari tuduhan palsu oleh pejabat pengadilan yang korup. Selama di penjara, ia menulis karya filosofis terkenal berjudul “Penghiburan Filsafat” yang masih dipelajari hingga kini.

Perlawanan di masa abad pertengahan

Salah satu contoh paling terkenal dari uskup yang berbicara kebenaran kepada penguasa adalah Thomas Becket di abad ke-12. Sebagai Uskup Agung Canterbury, Becket menentang upaya Raja Henry II untuk mengendalikan gereja. Akibatnya, ia diasingkan dan akhirnya dibunuh oleh ksatria-ksatria raja.

Di abad ke-14, Katerina dari Siena juga menunjukkan keberanian serupa. Ia menulis surat-surat mendesak Paus Gregorius XI untuk kembali dari Avignon ke Roma demi memulihkan perdamaian di Italia dan gereja. Upayanya berhasil pada tahun 1377 ketika paus akhirnya kembali ke Roma.

Berikut adalah beberapa tokoh Kristen berpengaruh yang berani menentang penguasa:

  • Yohanes Pembaptis
  • Uskup Ambrosius
  • Boethius
  • Thomas Becket
  • Katerina dari Siena

Uskup Budde meminta Trump bermurah hati : Tradisi pemimpin Kristen berbicara kebenaran pada penguasa

Perjuangan lintas denominasi di era modern

Tradisi berbicara kebenaran kepada penguasa terus berlanjut di era modern lintas berbagai denominasi Kristen. Kaum Quaker menjadi pelopor dalam hal ini, dengan tokoh-tokoh seperti Margaret Fell dan George Fox yang menulis surat kepada Raja Charles II membela keyakinan mereka di tengah penganiayaan.

Di Jerman, pemimpin dari berbagai denominasi Kristen bersatu melawan doktrin Nazi pada 1930-an. Mereka mengeluarkan Deklarasi Barmen yang menegaskan bahwa orang Kristen hanya tunduk kepada Tuhan, bukan negara.

Di Amerika Latin, Óscar Romero, Uskup Agung Katolik Roma di San Salvador, mengkritik pemerintah dan militer atas kekerasan terhadap kaum miskin. Akibatnya, ia dibunuh saat memimpin misa pada 1980.

Sementara di Afrika Selatan, Uskup Desmond Tutu mengecam kekerasan apartheid dan kemudian memimpin Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Ia menerima Penghargaan Nobel Perdamaian pada 1984 atas upayanya memperjuangkan keadilan.

Tokoh Negara Kontribusi
Óscar Romero El Salvador Mengkritik kekerasan pemerintah
Desmond Tutu Afrika Selatan Melawan apartheid, memimpin rekonsiliasi

Tantangan baru di era kontemporer

Kini, tradisi berbicara kebenaran kepada penguasa terus berlanjut. Khotbah Uskup Mariann Edgar Budde yang meminta Presiden Trump untuk mengampuni kelompok-kelompok yang merasa terancam oleh kebijakannya tentang imigran dan komunitas LGBTQ+ menunjukkan bahwa peran profetis pemimpin agama masih relevan.

Meski menuai kritik dari sebagian kalangan, tindakan Uskup Budde meneruskan tradisi panjang para pemimpin Kristen yang berani menyuarakan kebenaran. Seperti pendahulunya, ia mengingatkan bahwa otoritas duniawi harus tunduk pada nilai-nilai moral dan kemanusiaan yang lebih tinggi.

Sejarah menunjukkan bahwa suara-suara profetis ini seringkali menghadapi risiko dan penolakan. Namun keberanian mereka telah berulang kali terbukti menjadi katalis perubahan positif dalam masyarakat. Di tengah tantangan-tantangan baru di era kontemporer, peran pemimpin agama dalam menyuarakan kebenaran kepada penguasa tetap penting dan relevan.

jose
Scroll to Top