Lectio Divina merupakan metode membaca dan merenungkan Kitab Suci yang mendalam. Dalam praktiknya, kadang kita menemui argumen-argumen tanpa dasar yang mengganggu perenungan. Artikel ini akan membahas cara efektif membungkam argumen tersebut, dengan mengambil pelajaran dari dialog Yesus dengan para pemimpin agama di Bait Allah.
Memahami akar argumen tanpa dasar
Argumen tanpa dasar sering muncul dari keinginan untuk berkuasa dan mengendalikan segala sesuatu. Hal ini tercermin dalam sikap para imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi yang mempertanyakan otoritas Yesus. Mereka merasa terganggu karena Yesus melakukan hal-hal luar biasa tanpa ijin mereka.
Beberapa ciri argumen tanpa dasar antara lain:
- Didasarkan pada asumsi yang keliru
- Menggunakan logika yang lemah
- Bertujuan mempertahankan status quo
- Menolak bukti-bukti yang bertentangan
Melalui pertanyaan balik yang cerdas, Yesus membongkar kedok ketidakjujuran mereka. Ia menunjukkan bahwa argumen mereka sebenarnya tidak memiliki dasar yang kuat, melainkan hanya upaya mempertahankan kekuasaan.
Strategi membungkam argumen tanpa dasar
Dari cara Yesus menanggapi para pemimpin agama, kita bisa memetik beberapa strategi efektif:
1. Ajukan pertanyaan balik yang tepat sasaran. Yesus tidak langsung menjawab, melainkan balik bertanya tentang baptisan Yohanes. Pertanyaan ini membuat lawan bicara terjebak dalam argumen mereka sendiri.
2. Tunjukkan inkonsistensi dalam argumen mereka. Para pemimpin agama tidak bisa menjawab karena takut konsekuensi dari jawaban mereka sendiri. Ini menunjukkan lemahnya dasar argumen mereka.
3. Tetap tenang dan tidak terprovokasi. Yesus menanggapi dengan bijak, tidak terbawa emosi meski dihadapkan pada pertanyaan yang menantang otoritasnya.
4. Gunakan fakta dan logika yang kuat. Yesus merujuk pada fakta tentang Yohanes Pembaptis yang diakui banyak orang sebagai nabi.
Berikut tabel perbandingan respons yang efektif dan tidak efektif:
Respons Efektif | Respons Tidak Efektif |
---|---|
Mengajukan pertanyaan balik | Langsung membantah |
Menunjukkan inkonsistensi | Menyerang pribadi lawan bicara |
Tetap tenang | Terprovokasi dan emosional |
Menggunakan fakta & logika | Berargumen tanpa dasar |
Menerapkan kebijaksanaan dalam lectio divina
Dalam melakukan lectio divina, penting untuk menerapkan kebijaksanaan seperti Yesus. Beberapa hal yang bisa kita praktikkan:
1. Bersikap rendah hati. Tidak merasa diri paling benar atau paling tahu. Yesus, meski memiliki otoritas ilahi, tetap menanggapi dengan rendah hati.
2. Terbuka pada kebenaran. Tidak terjebak pada prasangka atau interpretasi yang sempit. Para pemimpin agama gagal melihat kebenaran karena terpaku pada pandangan mereka sendiri.
3. Reflektif dan kritis. Merenungkan teks Kitab Suci dengan mendalam, tidak sekedar membaca sepintas. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis untuk menggali makna yang lebih dalam.
4. Menghubungkan dengan konteks masa kini. Melihat relevansi pesan Kitab Suci dengan situasi aktual. Misalnya, bagaimana sikap Yesus bisa diterapkan dalam menghadapi otoritas yang korup di masa kini.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, kita bisa melakukan lectio divina dengan lebih bermakna, sekaligus mampu menanggapi berbagai argumen tanpa dasar yang mungkin kita temui dalam proses perenungan.