Sebagai bastion Katolikisme di Asia, Filipina berkabung atas kepergian Paus Fransiskus dengan perasaan kehilangan yang mendalam. Gereja-gereja di seluruh negeri membunyikan lonceng sebagai penghormatan, sementara masyarakat bertanya-tanya siapa yang akan memimpin Gereja Katolik selanjutnya.
Jejak kasih Lolo Kiko di hati bangsa Filipina
Di tengah Manila, Gereja Quiapo dipenuhi jemaat yang datang mendoakan Paus Fransiskus, sosok yang akrab disapa “Lolo Kiko” (Kakek Fransiskus). Gambar beliau terpajang di altar dengan bunga-bunga di sekelilingnya. Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengumumkan masa berkabung nasional hingga pemakaman Paus pada hari Sabtu.
“Paus Fransiskus adalah paus yang kami kenal sejak kecil,” kata Mario Amor, jemaat berusia 35 tahun. “Beliau adalah sosok paus yang sangat baik hati dan memberi harapan bagi banyak orang.”
Berbagai bangunan di Filipina—dari universitas hingga pusat perbelanjaan—menampilkan cahaya dengan warna kuning dan putih (warna kepausan) serta ungu yang melambangkan penebusan dosa. Billboard besar di jalan utama Manila bahkan menampilkan pesan: “Paus Fransiskus, terima kasih banyak! Kami mencintaimu!”
Veronica Reponte, penjual di luar Gereja Quiapo selama dua dekade, masih mengingat jelas kunjungan Paus ke Filipina pada 2015. “Saya membawa anak saya yang saat itu berusia delapan tahun untuk menyaksikan prosesi di Taman Rizal,” kenangnya. Umat Katolik saat itu berkumpul mendoakan Paus meski hujan deras. Rekor kerumunan hingga 7 juta orang menyaksikan prosesi tersebut.
Sosok yang membawa perubahan di tengah badai
Paus Fransiskus memiliki tempat istimewa di hati rakyat Filipina. Kunjungannya pada 2015 terjadi tak lama setelah negara ini mengalami bencana Topan Haiyan yang menewaskan lebih dari 6.000 jiwa. Meski diperingatkan untuk menunda kunjungannya ke Tacloban karena ancaman badai tropis, beliau tetap bersikeras untuk hadir.
Mengenakan jas hujan kuning, diterpa angin dan hujan, Paus berdiri di hadapan ribuan korban topan, mengatakan: “Saya di sini untuk bersama kalian.” Para pria dan wanita menangis saat beliau berbicara, merasa dirangkul oleh pemimpin spiritual tertinggi mereka.
Jayeel Cornelio, seorang sosiolog yang mengkhususkan diri pada peran Katolikisme di Filipina kontemporer, menjelaskan bahwa Fransiskus adalah pastor yang “memahami arti penderitaan bagi orang Filipina” dan mengunjungi “pada periode penting dalam sejarah kita.”
Kontribusi Paus Fransiskus di Filipina | Dampak |
---|---|
Kunjungan pasca Topan Haiyan (2015) | Memberikan penghiburan dan solidaritas bagi korban bencana |
Keterbukaan terhadap komunitas LGBTQ+ | Memberi harapan tentang evolusi iman yang lebih inklusif |
Dukungan terhadap aktivis HAM | Memberi kekuatan moral bagi para penentang pelanggaran HAM |
Masa depan Katolikisme dan harapan akan pemimpin baru
Katolikisme, yang dibawa oleh penjajah Spanyol ke Filipina pada abad ke-16, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya negara ini. Penduduk Filipina kini menantikan siapa yang akan menjadi penerus Fransiskus, bertanya-tanya apakah legasi inklusifnya akan berlanjut atau kembali ke pendekatan yang lebih konservatif.
Kardinal Luis Antonio Tagle, 67 tahun, dari Filipina, adalah salah satu kandidat potensial. Ia memiliki pandangan progresif serupa, pernah menyarankan bahwa sikap Gereja Katolik terhadap pasangan gay dan yang bercerai terlalu keras. Jika terpilih, Tagle akan menjadi paus pertama dari Asia, wilayah dengan populasi Katolik yang tumbuh paling cepat.
Beberapa kemungkinan yang dihadapi Gereja Katolik dalam pemilihan paus berikutnya:
- Melanjutkan arah inklusif yang dirintis oleh Paus Fransiskus
- Kembali ke pendekatan yang lebih tradisional dan konservatif
- Pemilihan paus pertama dari Asia atau Global South
- Penekanan yang lebih besar pada masalah lingkungan dan keadilan sosial
“Orang Italia mungkin masih ingin berkuasa, tetapi tanda-tanda zaman telah berubah,” kata Cornelio. Jika Kardinal Tagle terpilih, “seluruh Filipina akan sangat bersukacita. Filipina selalu bangga dengan prestasi internasional, dari Miss Universe hingga tinju.”
Namun bagi jemaat seperti Mario Amor, ada kekuatan yang lebih besar dari konklave yang berperan dalam pemilihan paus baru. “Saya tidak masalah siapa pun yang akan menggantikannya,” katanya. “Tuhan akan menunjuk siapa yang pantas.”