Hasil studi terbaru dari Pew Research Center mengungkapkan pola yang menarik di kalangan umat Katolik Amerika Serikat. Penelitian ini menunjukkan bahwa katolik yang secara rutin menghadiri misa mingguan cenderung lebih konservatif dalam pandangan mereka tentang perubahan dalam Gereja Katolik.
Keterkaitan kehadiran misa dengan pandangan terhadap ajaran tradisional
Studi yang dilakukan pada Februari 2025 terhadap 1.787 umat Katolik di Amerika Serikat mengungkapkan perbedaan signifikan antara mereka yang menghadiri misa setiap minggu dan yang tidak rutin hadir. Sebanyak 53% umat Katolik yang menghadiri misa mingguan menyatakan Gereja sebaiknya “berpegang pada ajaran tradisionalnya” dan membatasi perubahan. Sebaliknya, hanya 31% dari mereka yang jarang menghadiri misa yang mendukung posisi tersebut.
Katekismus Gereja Katolik menegaskan bahwa partisipasi dalam misa “merupakan kesaksian akan rasa memiliki dan kesetiaan kepada Kristus dan Gereja-Nya” dan bahwa “pada hari Minggu dan hari raya wajib lainnya, umat beriman wajib mengikuti misa”.
Perbedaan pandangan paling mencolok antara kedua kelompok ini terlihat pada sikap terhadap pengakuan pernikahan sesama jenis dalam Gereja Katolik. Hampir dua pertiga (66%) umat yang menghadiri misa mingguan menentang pengakuan tersebut, sementara 58% yang jarang hadir justru mendukung pengakuan pernikahan sesama jenis oleh Gereja.
Pandangan terhadap peran wanita dan pernikahan imam
Studi Pew Research juga mengungkap perbedaan pandangan tentang peran wanita dalam hirarki Gereja. Sebanyak 56% umat yang rutin menghadiri misa mingguan menentang perempuan menjadi imam, sedangkan 67% umat yang jarang hadir mendukung gagasan tersebut. Namun, kedua kelompok ini menunjukkan dukungan mayoritas untuk wanita menjadi diakon, dengan 54% dari umat yang rajin ke misa dan 74% dari yang jarang hadir mendukung proposal ini.
Mengenai pernikahan imam, umat yang rutin menghadiri misa mingguan terbagi hampir sama rata: 49% mendukung dan 48% menentang (dalam margin kesalahan survei sebesar 3%). Sementara itu, umat yang jarang ke misa menunjukkan dukungan yang lebih kuat, dengan 69% menyatakan setuju imam diperbolehkan menikah.
Berikut perbandingan pandangan berdasarkan kehadiran di misa mingguan:
- Pengakuan pernikahan sesama jenis: 34% pendukung (rajin ke misa) vs 58% pendukung (jarang ke misa)
- Wanita menjadi imam: 44% pendukung (rajin ke misa) vs 67% pendukung (jarang ke misa)
- Wanita menjadi diakon: 54% pendukung (rajin ke misa) vs 74% pendukung (jarang ke misa)
- Imam boleh menikah: 49% pendukung (rajin ke misa) vs 69% pendukung (jarang ke misa)
Kesamaan pandangan dalam isu kontrasepsi dan teknologi reproduksi
Menariknya, terdapat beberapa isu di mana kedua kelompok menunjukkan kesamaan pandangan. Mayoritas besar dari kedua kelompok mendukung penggunaan alat kontrasepsi, dengan 72% umat yang rajin ke misa dan 90% umat yang jarang hadir menyetujui praktik ini.
Tabel berikut menunjukkan persentase dukungan terhadap isu-isu kontroversial dalam Gereja:
Isu | Pendukung dari umat rajin ke misa (%) | Pendukung dari umat jarang ke misa (%) |
---|---|---|
Penggunaan kontrasepsi | 72% | 90% |
Fertilisasi in vitro (IVF) | 71% | 88% |
Wanita menjadi diakon | 54% | 74% |
Imam boleh menikah | 49% | 69% |
Teknologi reproduksi seperti fertilisasi in vitro (IVF) juga mendapat dukungan luas dari kedua kelompok, dengan 71% umat rajin ke misa dan 88% umat jarang ke misa mendukung penggunaannya untuk membantu pasangan yang kesulitan hamil.
Implikasi bagi masa depan Gereja Katolik
Temuan studi Pew Research Center ini menggambarkan hubungan yang kompleks antara kehadiran di misa dengan pandangan teologis umat Katolik. Para umat yang rajin menghadiri misa mingguan cenderung lebih konservatif dalam mempertahankan ajaran tradisional Gereja, sementara mereka yang jarang hadir umumnya lebih mendukung perubahan.
Perbedaan pandangan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi Gereja Katolik dalam menyeimbangkan tradisi dan perubahan. Studi ini memberikan gambaran penting bagi para pemimpin Gereja untuk memahami dinamika pandangan umat mereka saat ini, terutama dalam konteks diskusi global tentang reformasi dalam Gereja yang terus berlangsung.