Selawat Nabi Muhammad SAW bergema di Vatikan, menandai momen bersejarah pertemuan Islam dan Katolik dalam harmoni.
- Kelompok Ki Ageng Ganjur membawakan Selawat Badar dengan gamelan di hadapan Paus Fransiskus
- Penampilan ini merupakan misi perdamaian dan dialog antaragama
- Repertoar mencakup lagu tradisional Jawa dan pesan universal perdamaian
- Acara ini menunjukkan keterbukaan dan rasa hormat antara dua tradisi keagamaan
- Momen ini menjadi simbol kekuatan musik dalam melampaui batas agama dan budaya
Dalam momen bersejarah yang menggetarkan hati, selawat Nabi Muhammad SAW bergema dengan indah di Vatikan. Peristiwa unik ini menjadi saksi bisu pertemuan dua tradisi keagamaan yang berbeda, Islam dan Katolik, dalam harmoni yang menginspirasi. Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, menyaksikan langsung persembahan spiritual ini, menciptakan jembatan pemahaman antaragama yang luar biasa.
Keindahan selawat Nabi menggema di jantung Katolik
Pada Rabu, 4 Desember 2024, Basilika Santo Petrus di Vatikan menjadi panggung tak terduga bagi alunan merdu selawat Nabi. Kelompok musik Ki Ageng Ganjur (KAG) dari Yogyakarta, Indonesia, mendapat kehormatan untuk membawakan Selawat Badar diiringi gamelan di hadapan Paus Fransiskus. Momen ini menjadi bukti nyata bahwa musik spiritual dapat melampaui batas-batas agama dan budaya.
Abbet Nugroho, salah satu anggota KAG, berbagi pengalaman uniknya :
- Kunjungan ke Vatikan merupakan bagian dari tur tahunan KAG
- Grup telah berkeliling dunia, termasuk Timur Tengah, Eropa, dan Afrika
- Tahun ini, mereka berkesempatan tampil di Takhta Suci Vatikan
Penampilan ini bukan hanya pertunjukan biasa, melainkan misi perdamaian dan dialog antaragama yang diusung oleh kelompok seniman Indonesia.
Dialog musik dan iman : misi Ki Ageng Ganjur di Vatikan
Kelompok Ki Ageng Ganjur, yang dipimpin oleh Ngatawi Al Zastrow, memiliki komposisi unik. Mayoritas anggotanya merupakan alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, kini dikenal sebagai UIN Sunan Kalijaga. Kehadiran mereka di Vatikan memiliki tiga tujuan utama :
- Menyebarkan pesan damai dari Indonesia melalui musik
- Melakukan dialog lintas iman, khususnya dengan pusat agama Katolik
- Memperkenalkan seni budaya Indonesia, terutama gamelan
Perpaduan antara misi spiritual dan kultural ini menciptakan jembatan pemahaman yang kuat antara dua tradisi keagamaan yang berbeda.
Abbet Nugroho menjelaskan bahwa delegasi Indonesia, yang terdiri dari 18 orang termasuk anggota KAG, telah berada di Vatikan sejak Senin, 2 Desember. Mereka terlibat dalam berbagai kegiatan, termasuk dialog lintas iman di Kasteri dan kunjungan ke Museum Vatikan.
Persembahan musikal : dari Kebo Giro hingga Selawat Badar
Penampilan KAG di hadapan Paus Fransiskus merupakan bagian dari acara audiensi mingguan yang diadakan setiap hari Rabu. Kelompok ini membawakan repertoar yang mencerminkan kekayaan budaya dan spiritualitas Indonesia :
Lagu | Makna/Fungsi |
---|---|
Kebo Giro | Pembuka, simbol budaya Jawa |
Heal the World | Pesan perdamaian universal |
Selawat Badar | Doa dan pujian kepada Nabi Muhammad |
Abbet menjelaskan pilihan lagu-lagu tersebut : “Kebo Giro itu untuk pembukaan. Ini sebagai simbol bahwa kami orang Indonesia, orang Jawa. Kebo Giro merupakan salah satu instrumen Jawa yang sangat populer dan digunakan untuk acara-acara penting.”
Keunikan penampilan KAG terletak pada aransemen mereka. Lagu “Heal the World” karya Michael Jackson, misalnya, diaransemen ulang dengan iringan gamelan. Hal ini menciptakan perpaduan harmonis antara nada diatonis internasional dan instrumen tradisional Jawa.
Dampak dan makna selawat di Vatikan
Bergemaanya Selawat Badar di Vatikan memiliki makna mendalam bagi dialog antaragama. Abbet menegaskan, “Kami izin untuk membawakan lagu Selawat Badar dan ini tentu sudah tahu konsekuensi, kalau di Indonesia mesti nanti ramai. Selawat Badar kok di depan gereja itu. Jadi, tidak ada masalah soal itu dan ini bukan masuk dalam ranah syariat.”
Peristiwa ini menunjukkan keterbukaan dan rasa hormat yang luar biasa dari kedua belah pihak. Paus Fransiskus, dengan menyaksikan langsung pertunjukan ini, memberikan sinyal kuat tentang pentingnya dialog dan pemahaman antaragama. Di sisi lain, kelompok KAG membuktikan bahwa seni dan spiritualitas dapat menjadi alat yang efektif untuk membangun jembatan pemahaman.
Penampilan KAG tidak berhenti di Basilika Santo Petrus. Mereka juga mengadakan pertunjukan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Takhta Suci pada Kamis, 5 Desember. Di sana, mereka kembali membawakan tiga lagu yang sama, memperkuat pesan perdamaian dan persatuan yang mereka bawa dari Indonesia ke jantung Vatikan.
Momen bersejarah ini menjadi bukti nyata bahwa musik dan spiritualitas memiliki kekuatan untuk melampaui batas-batas agama dan budaya. Selawat Nabi yang bergema di Vatikan bukan hanya menjadi pertunjukan seni, tetapi juga simbol harapan bagi dialog dan pemahaman antaragama di masa depan.
- Masa depan suram kekristenan progresif : tantangan dan prospek dalam masyarakat berubah - 23 April 2025
- Mengapa Kekristenan perlu berperan dalam menyelamatkan demokrasi bersama Jonathan Rauch - 21 April 2025
- Wajah katolisisme di Amerika Serikat telah berubah : Inilah bagaimana perubahannya - 20 April 2025