Umat Katolik di seluruh AS menentang kebijakan deportasi massal Trump

Umat Katolik di seluruh AS menentang kebijakan deportasi massal Trump

Gerakan perlawanan terhadap kebijakan deportasi massal yang dipromosikan oleh administrasi Trump telah memicu respons yang luas dari komunitas Katolik di seluruh Amerika Serikat. Umat beriman dari berbagai denominasi bersatu dalam aksi spiritual dan sosial untuk membela hak-hak imigran yang menghadapi ancaman deportasi paksa.

Pastor David Inczauskis, S.J., menjadi salah satu tokoh kunci dalam upaya ini ketika memimpin prosesi Ekaristi ke pusat pemrosesan ICE di wilayah Chicago pada 11 Oktober. Meskipun delegasi rohaniwan ditolak masuk ke fasilitas di Broadview, Illinois, mereka tetap berkomitmen untuk memberikan kehadiran Yesus kepada mereka yang berada di pinggiran masyarakat.

Dampak kebijakan imigrasi terhadap komunitas Katolik

Ketakutan dan isolasi mulai melanda lingkungan imigran di seluruh Chicago, sebagaimana dilaporkan oleh para pastor lokal. Kehadiran di Misa hari Minggu menurun drastis hingga 20-30 persen karena umat takut meninggalkan rumah mereka. Situasi ini memperlihatkan bagaimana tekanan psikologis dari ancaman deportasi berdampak langsung pada kehidupan spiritual komunitas.

Insiden di Gereja Katolik St. Jerome di sisi utara Chicago semakin memperkuat kekhawatiran ini. Agen ICE terlihat berada di luar gereja saat Misa berbahasa Spanyol berakhir, memaksa para pengurus untuk meminta jemaat menunggu hingga agen-agen tersebut pergi. Meskipun Departemen Keamanan Dalam Negeri membantah menargetkan gereja secara khusus, kejadian ini menciptakan atmosfer ancaman yang nyata.

Lokasi Jenis Aktivitas Dampak
Chicago Penurunan kehadiran Misa 20-30% pengurangan jemaat
St. Jerome Parish Pengawasan ICE Ketakutan umat saat beribadah
Broadview Prosesi Ekaristi ditolak Transparansi fasilitas dipertanyakan

Gerakan solidaritas nasional “One Church, One Family”

Ignatian Solidarity Network bersama 16 organisasi mitra meluncurkan kampanye “One Church, One Family” untuk menyatukan umat Katolik di seluruh negeri dalam doa dan solidaritas dengan imigran. Jon Gromek, direktur pembentukan dan aksi keadilan untuk ISN, menekankan bahwa menyambut orang asing bukan tentang partisanship, melainkan tentang panggilan sebagai murid.

Inspirasi kampanye ini berasal dari Misa binasional yang diselenggarakan di perbatasan AS-Meksiko, di mana uskup dari kedua negara merayakan Misa bersama sebagai bentuk solidaritas dengan para migran. Kino Border Initiative, sebuah pelayanan Yesuit yang berkarya di wilayah perbatasan, menjadi penyelenggara acara tersebut.

Peringatan nasional pertama yang disponsori oleh One Church, One Family diadakan pada 22 Oktober, dengan lebih dari 50 pertemuan direncanakan di 22 negara bagian, Washington D.C., bahkan hingga Kanada dan Afrika Selatan. Acara-acara ini mengambil berbagai bentuk :

  • Layanan doa di dekat pusat penahanan
  • Rosario publik bersama
  • Liturgi seluruh sekolah
  • Acara edukatif di lingkungan paroki

Umat Katolik di seluruh AS menentang kebijakan deportasi massal Trump

Respons hierarki Gereja dan upaya koordinasi masa depan

Kevin Appleby dari Center for Migration Studies menjelaskan bahwa ajaran Katolik tidak secara fundamental menentang deportasi, namun harus dilakukan dengan cara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan martabat manusia. Kampanye deportasi saat ini menunjukkan pemisahan keluarga yang tidak adil, kurangnya proses hukum yang layak, dan profiling rasial yang melanggar kesatuan keluarga yang sakral.

Para uskup Amerika Serikat telah mengirimkan pesan solidaritas yang kuat, menentang pembatasan deportasi. Namun, menurut Appleby, mereka perlu melakukan lebih banyak upaya untuk mengorganisir respons umat Katolik dan menjadi saksi nyata bagi imigran yang terancam deportasi. Partnership antara CMS, USCCB, dan Hope Border Institute akan mengadakan pertemuan regional selama tiga hingga enam bulan ke depan untuk mendidik masyarakat tentang situasi terkini dan cara meresponsnya.

Meskipun menghadapi tantangan dari sebagian umat Katolik yang mendukung kebijakan deportasi massal, para pemimpin rohani tetap optimis bahwa ini merupakan momen pembelajaran yang berharga untuk memperkuat komitmen terhadap nilai-nilai Injil dalam melayani sesama.

jose
Scroll to Top