Gelombang fashion telah menyaksikan perubahan menarik dalam beberapa tahun terakhir, dengan elemen-elemen religius Katolik menjadi sumber inspirasi utama bagi para desainer dan penikmat mode. Fenomena ini tidak sekadar menjadi tren sesaat, tetapi mencerminkan pencarian makna yang lebih dalam di tengah ketidakpastian dunia modern.
Transformasi simbolisme Katolik dalam dunia mode kontemporer
Dunia mode selalu mencari inspirasi dari berbagai sumber, dan simbolisme Katolik telah menjadi salah satu referensi yang paling kuat belakangan ini. Para desainer ternama semakin banyak mengadopsi elemen-elemen visual dari tradisi Katolik – mulai dari salib ornamen hingga gambar Bunda Maria yang muncul pada berbagai item fashion.
Label New York “Who Decides War” mempresentasikan hoodie dan rok yang dihiasi dengan desain jendela kaca patri, sementara merek skatewear Palace menampilkan T-shirt dengan wajah Perawan Maria. Fenomena ini tidak terbatas pada pakaian kasual saja, tetapi juga merambah dunia fashion tingkat tinggi.
Acara Met Gala baru-baru ini menampilkan Colman Domingo yang mengenakan jubah biru langit dengan kerah ornamen, sementara desainer Willy Chavarria hadir dengan kalung bertatahkan salib. Kalung salib telah menjadi aksesori yang sangat populer, menghiasi leher berbagai selebriti dari Chappell Roan hingga juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt.
Hollywood juga turut berkontribusi dalam mempopulerkan estetika Katolik melalui berbagai film yang menggambarkan kemegahan dan keindahan tradisi Katolik. Namun, tidak jarang penggambaran tersebut mengandung ketidakakuratan. Ketika film salah menggambarkan Katolikisme : kesalahan Hollywood tentang Gereja Katolik sering menjadi perdebatan di kalangan pemerhati budaya dan agama.
Makna di balik tren divine dressing
Menurut Iain R Webb, kurator dan penulis fashion, drama, kemegahan dan kekayaan ikonografi religius adalah daya tarik utama bagi para desainer. Dia mengutip karya Cristóbal Balenciaga dengan “siluet menyapu yang mencerminkan jubah para kardinal” dan jaket salib berhias permata Christian Lacroix yang dipresentasikan pada tahun 1999.
Tren ini lebih dari sekadar estetika belaka. Menurut survey terbaru, pada tahun ini, 45% orang berusia 18-24 tahun di Inggris menyatakan percaya pada Tuhan, meningkat tajam dari hanya 22% pada tahun 2019. Ini menunjukkan tren spiritual yang semakin menguat di kalangan generasi muda.
J’Nae Phillips, peramal tren dan pencipta Fashion Tingz, menegaskan bahwa fenomena divine dressing “tampaknya lebih dari sekedar gaya. Ini menunjukkan pergulatan yang lebih dalam dengan identitas, warisan, dan mungkin rasa gelisah kolektif atau kerinduan akan landasan di masa-masa yang tidak pasti.”
Elemen Katolik | Adaptasi dalam Fashion | Contoh Desainer/Brand |
---|---|---|
Salib | Kalung, anting, motif busana | Willy Chavarria, Palace |
Rosario/Tasbih Doa | Aksesori tangan, gelang | Tolu Coker, GmbH |
Kaca Patri | Motif pada pakaian | Who Decides War |
Jubah Kardinal | Siluet busana resmi | Balenciaga (inspirasi) |
Reklamasi simbol religius dalam konteks politik
Pada tahun 2025, ekspresi kekristenan yang terbuka dapat memunculkan asosiasi dengan kelompok sayap kanan religius. Fenomena divine dressing sering menjadi bentuk reklamasi makna spiritual dari pihak-pihak yang merasa agamanya disalahrepresentasikan oleh gerakan politik.
Willy Chavarria, misalnya, dalam peragaan busananya di Paris, memutarkan pidato Uskup Washington Mariann Budde yang menyerukan belas kasihan terhadap imigran dan komunitas LGBTQ+. Ini menunjukkan upaya desainer untuk memisahkan ekspresi religius dari agenda politik tertentu.
Lucy Collins, profesor filsafat di Fashion Institute of Technology New York, berpendapat bahwa mungkin ada keinginan bagi orang-orang beriman yang tidak condong ke arah MAGA (Make America Great Again) “untuk lebih vokal” karena “mereka merasa agama mereka disalahrepresentasikan.”
Berikut beberapa motivasi di balik tren divine dressing:
- Pencarian makna spiritual di tengah ketidakpastian global
- Keinginan untuk mereklamasi simbol-simbol religius dari agenda politik
- Apresiasi terhadap estetika dan kemegahan tradisi Katolik
- Eksplorasi identitas dan warisan budaya
- Reaksi terhadap materialisme dan superfisialitas dunia modern
Jadi, pergeseran para ahli gaya ke arah divine dressing mencerminkan fenomena yang lebih luas dari sekadar tren fashion. Ini adalah manifestasi visual dari pencarian makna, identitas, dan kedalaman spiritual di tengah dunia yang semakin terfragmentasi dan tidak pasti. Simbolisme Katolik, dengan kemegahan visualnya, menawarkan kosakata estetika yang kaya sekaligus nostalgia akan tradisi dan stabilitas di tengah perubahan yang cepat.