Sebuah peristiwa bersejarah telah terjadi di Kapel Sistina, di mana Raja Charles III berlutut berdoa bersama Paus Leo XIV di bawah lukisan fresco yang memukau. Momen ini menandai berakhirnya perpecahan lima abad antara Gereja Katolik Roma dan Gereja Inggris yang dimulai sejak zaman Raja Henry VIII pada tahun 1534.
Ketegangan yang berlangsung selama berabad-abad ini berawal ketika Henry VIII memutuskan hubungan dengan Roma karena Paus menolak membatalkan pernikahannya dengan Catherine dari Aragon. Raja Tudor yang ambisius ini kemudian mendirikan Gereja Inggris dan mengangkat dirinya sebagai kepala tertinggi gereja tersebut.
Akar sejarah perpecahan lima abad
Konflik antara Katolik dan Anglikan mencapai puncaknya pada era Reformasi. Henry VIII tidak hanya bercerai dari Catherine dan menikahi Anne Boleyn, tetapi juga melancarkan perang terhadap Katolisisme secara sistematis. Biara-biara dihancurkan, tanah dan harta benda dirampas, perpustakaan dan manuskrip dibakar, sementara para imam, biarawan, dan abbas dieksekusi.
Diskriminasi terhadap umat Katolik berlanjut selama berabad-abad. Di Inggris dan Skotlandia, mereka dilarang beribadah secara terbuka. Bahkan hingga tahun 1950-an, pernikahan campuran antara Katolik dan Anglikan masih mendapat pandangan negatif dari masyarakat.
Berikut adalah rangkaian peristiwa penting dalam sejarah perpecahan ini :
- 1534 : Henry VIII memutuskan hubungan dengan Roma dan mendirikan Gereja Inggris
- 1570 : Ratu Elizabeth I dikucilkan oleh Paus Pius V
- 1605 : Plot Mesiu Guy Fawkes untuk meledakkan Parlemen gagal
- 1701 : Act of Settlement melarang Katolik naik takhta
Era baru rekonsiliasi dan pemulihan hubungan
Perubahan signifikan mulai terlihat sejak pertengahan abad ke-20. Hubungan diplomatik antara Gereja Inggris dan Vatikan berangsur-angsur membaik melalui kunjungan rutin para pejabat tinggi kerajaan dan uskup agung Canterbury ke Roma.
Tahun 2013 menjadi tonggak penting dengan disahkannya Succession to the Crown Act yang melonggarkan pembatasan bagi pewaris tahta untuk menikah dengan umat Katolik. Meskipun demikian, raja tetap harus memeluk Anglikan.
| Tahun | Peristiwa Penting | Dampak |
|---|---|---|
| 2013 | Succession to the Crown Act | Pewaris tahta boleh menikah dengan Katolik |
| 2025 | Raja Charles menghadiri misa Katolik | Pertama kali dalam 500 tahun |
| 2025 | Doa bersama dengan Paus | Simbol rekonsiliasi total |
Raja Charles telah menunjukkan komitmennya terhadap dialog antarumat beragama melalui berbagai tindakan simbolis. Awal tahun ini, beliau dan Ratu Camilla melakukan kunjungan pribadi kepada Paus Francis beberapa hari sebelum wafatnya sang Paus.
Makna simbolis doa bersama di Kapel Sistina
Momen bersejarah ketika Raja Charles III berlutut berdoa bersama Paus di Kapel Sistina memiliki makna yang sangat mendalam. Jamie Hawkey, seorang kanon-teolog di Westminster Abbey, menegaskan bahwa “era saling curiga benar-benar telah berakhir”.
Catherine Pepinster, penulis “The Keys and the Kingdom : The British and the Papacy”, menjelaskan bahwa ini adalah pertama kalinya dalam sejarah seorang kepala tertinggi Gereja Inggris berlutut berdoa bersama pemimpin 1,3 miliar umat Katolik dunia.
Enam puluh tahun terakhir telah menyaksikan “penemuan kembali akar-akar bersama yang luar biasa” antara kedua gereja, meskipun beberapa perbedaan teologis masih tetap ada. Namun, yang terpenting adalah bahwa saling menghormati kini telah menggantikan antagonisme bersejarah.
Peristiwa ini menunjukkan bahwa luka sejarah dapat disembuhkan melalui dialog, pengertian, dan komitmen untuk melihat kesamaan daripada perbedaan. Raja Charles, melalui tindakannya, telah membuka babak baru dalam hubungan antara Anglikan dan Katolik yang lebih harmonis dan saling menghargai.
- Jumlah konversi Katolik di New York melonjak, warga berbondong ke gereja - 17 November 2025
- Opinion terkini : analisis mendalam berbagai perspektif dan sudut pandang aktual - 17 November 2025
- RosalÃa dan album ‘Lux’ : bintang pop yang memahami Katolisisme dengan sempurna - 15 November 2025




